Mirisnya Kualitas Pendidikan Indonesia

Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas yang diperingati setiap tanggal 2 Mei sepatutnya menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan kualitas pendidikan generasi muda di Indonesia saat ini.
Pemerintah telah mencanangkan program reformasi pendidikan sejak 2002 untuk memperbaiki kualitas pendidikan Tanah Air. Apakah program tersebut berhasil? Dikutip dari CNNIndonesia, Bank Dunia (World Bank) menyebut bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, meski perluasan akses pendidikan untuk masyarakat dianggap sudah meningkat cukup signifikan.
Akses pendidikan tersebut berkaitan dengan bertambahnya jumlah siswa yang kini bisa menuntut ilmu di sekolah, meningkatnya partisipasi masyarakat lokal dalam tata kelola pendidikan, bertambahnya kesiapan siswa, maupun meningkatnya akuntailitas dan kualitas tenaga pendidik.
 Semua pencapaian tersebut belum berhasil memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari indikator peringkat kualitas pendidikan dalam jumlah kasus buat huruf. “Misalnya, 55 persen anak usia 15 tahun di Indonesia secara fungsional buta huruf, dibandingkan kurang dari 10 persen di Vietnam,” ujar Rodrigo Chaves selaku Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, dilansir dari CNNIndonesia.

Cr: iki0o.wordpress.com

Angka melek huruf di Tanah Air memang cukup tinggi. Sayangnya, minat dan daya baca masyarakat, terutama generasi millennial, masih rendah. Hasil penelitian CentralConnecticut State University mengenai minat baca menunjukkan jika Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara.
Generasi muda Indonesia sekarang ini lebih gemar menggunakan internet untuk melakukan segala aktivitasnya dibanding membaca buku. Saat mendapatkan tugas sekolah, siswa mencari jawaban melalui internet di gawainya. Jarang ada siswa yang mengunjungi perpustakaan untuk mencari jawaban yang ditawarkan buku pelajaran maupun jurnal ilmiah.
Internet memudahkan siswa mencari informasi yang dibutuhkan dengan cepat, namun perlu diperhatikan jika tidak semua informasi yang ada di internet adalah benar. Contohnya adalah berita bohong atau hoaks yang menjadi perbincangan beberapa waktu silam. Tidak semua informasi berasal dari sumber yang dapat dipercaya.
Berbeda dengan informasi yang ada dalam media cetak seperti buku pelajaran sekolah. Informasi-informasi tersebut lebih terjamin kredibilitas dan validitasnya. Buku-buku itu sudah melewati proses verifikasi seperti akurasi, otoritas, objektivitas, kemutakhiran, dan jangkauan sumber daya.

Cr: harnas.co


Seharusnya generasi millennial bisa lebih bijak dalam menentukan sumber referensi kredibel yang menjadi pendukung kegiatan belajar mengajar mereka. Selain itu, generasi tersebut juga perlu menyadari pentingnya minat dan daya baca bagi kualitas pendidikan karena mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh.
Selain kasus buta huruf, masih banyak rintangan yang harus diselesaikan jika ingin memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah kriteria kualifikasi guru maupun ekspansi akses pendidikan yang belum merata dan sesuai dengan standar pendidikan nasional, baik dari sisi kurikulum maupun praktik.
Jangan terlena dengan pencapaian yang berhasil diraih seperti perluasan akses pendidikan yang mengalami peningkatan dan angka melek huruf yang tinggi. Ingatlah jika kualitas pendidikan Indonesia membutuhkan perbaikan. Hal ini dapat kita lakukan dengan mengatasi berbagai rintangan, salah satunya dengan meningkatkan minat dan daya baca generasi muda. (HPY)

0 komentar: